1.1 LATAR BELAKANG
Dalam suatu pembelajaran dibutuhkan aspek yang sangat
penting yaitu strategi pengajaran dan pembelajaran. Guru perlu bertindak
sebagai fasilitator, bersikap terbuka, imaginatif, kreatif, inovatif dan
inventif.
Guru hendaklah memotivasi murid supaya senantiasa terus mencoba, walaupun menemui kegagalan. Dalam penyediaan projek, murid diberi kebebasan merangka dan membuat projek berdasarkan pengetahuan, kemahiran dan pengalaman mereka daripada berbagai bidang ilmu yang lain. Selain itu, petunjuk cara juga mesti dilakukan di mana guru perlu mendemonstrasi kepada pelajar cara yang betul dan selamat dalam penggunaan berbagai alat dan bahan untuk mereka praktikkan.
Satu kumpulan dinamik yaitu pembagian kelas kepada beberapa kumpulan kecil sebaiknya dilaksanakan di dalam kelas selain sumbang saran di mana satu perbincangan secara intensif untuk penjanaan idea atau mencari idea dilakukan dengan menggalakkan penglibatan semua ahli dalam kelas dan seterusnya ceramah boleh juga diaplikasikan dalam subjek ini untuk memberi maklumat dan gambaran yang terbaik kepada pelajar. Teori belajar harus dibina di mana idea dan pendapat pelajar mesti dihargai, aktivitas dalam kelas perlu menjabarkan pelajar, guru menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran kepada pelajar, pengajaran dan pembelajaran di bina berdasarkan konsep asas dan utama serta pengajaran dan pembelajaran di nilai dalam konteks pengajaran.
Guru hendaklah memotivasi murid supaya senantiasa terus mencoba, walaupun menemui kegagalan. Dalam penyediaan projek, murid diberi kebebasan merangka dan membuat projek berdasarkan pengetahuan, kemahiran dan pengalaman mereka daripada berbagai bidang ilmu yang lain. Selain itu, petunjuk cara juga mesti dilakukan di mana guru perlu mendemonstrasi kepada pelajar cara yang betul dan selamat dalam penggunaan berbagai alat dan bahan untuk mereka praktikkan.
Satu kumpulan dinamik yaitu pembagian kelas kepada beberapa kumpulan kecil sebaiknya dilaksanakan di dalam kelas selain sumbang saran di mana satu perbincangan secara intensif untuk penjanaan idea atau mencari idea dilakukan dengan menggalakkan penglibatan semua ahli dalam kelas dan seterusnya ceramah boleh juga diaplikasikan dalam subjek ini untuk memberi maklumat dan gambaran yang terbaik kepada pelajar. Teori belajar harus dibina di mana idea dan pendapat pelajar mesti dihargai, aktivitas dalam kelas perlu menjabarkan pelajar, guru menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran kepada pelajar, pengajaran dan pembelajaran di bina berdasarkan konsep asas dan utama serta pengajaran dan pembelajaran di nilai dalam konteks pengajaran.
Guru harus sadar tentang strategi pengajarannya dan perlu
berfikir tentang cara untuk meningkatkan proses pengajarannya. Antara masalah
yang telah dikenal pasti ialah pelajar sukar mengeluarkan ide sendiri dan
terlalu bergantung kepada guru semata-mata di samping kemahiran belajar di
kalangan pelajar yang rendah terutamanya dalam menyelesaikan masalah. Dalam
pembelajaran terdapat empat teori belajar yang harus dikuasi oleh seorang guru,
adapun teori-teori tersebut adalah teori Humanistik, teori Behavioristik, dan
teori Kognitif.
Berdasarkan latar belakang
pemikiran tersebut, maka penyusun akan menyusun Makalah yang berjudul “Menganalisis
Penerapan Teori-Teori Belajar dalam Pembelajaran
Bidang Studi Agama Hindu”.
1.2 PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan
masalah dilakukan guna
mempersempit pembahasan dalam makalah ini. Salah satu pembatasan masalah yang
penulis susun adalah mengenai penerapan teori-teori belajar dalam pembelajaran
khususnya pada bidang studi Agama Hindu.
1.3 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang diatas dapat kami rumuskan permasalahan yang dibahas dalam makalah
kami, sebagai berikut:
1.1.1
Apa
sajakah teori-teori belajar dalam pembelajaran?
1.1.2
Bagamana penerapan teori-teori belajar
dalam pembelajaran bidang studi agama Hindu?
1.4 TUJUAN
Berkaitan dengan
judul dalam
latar belakang penyusunan makalah, tujuan pembuatannya antara lain sebagai
berikut:
1.1.3
Memahami
secara mendalam mengenai teori-teori belajar dalam pembelajaran.
1.1.4
Memahami
peranan Supervisi Pembelajaran dalam meningkatkan mutu dan kualitas hasil
belajar.
1.5 METODE PENULISAN
Berdasarkan permasalahn yang diambil maka metode
penulisan yang kami gunakan adalah Kajian Pustaka.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
TEORI-TEORI
BELAJAR
Seorang guru harus mengetahui
dan memahami serta menerapkan teori-teori belajar dalam pelaksanaan
pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan dari siswa. Dalam teori-teori pembelajaran
memiliki arti penting yang pokok, yaitu pertama, teori pembelajaran menyediakan
kosakata dan kerangka konseptual yang bisa guru gunakan untuk
menginterpretasikkan contoh-contoh pembelajaran yang kita amati. Kedua, teori
pembelajaran menuntun kita ke mana harus mencari solusi atas
persoalan-persoalan praktis.
Dengan kata lain, Teori tidak memberikan solusi tetapi teori mengarahkan kita pada pemecahan solusinya. Dari kedua arti penting itu, dapat kita cermati dari para tokoh –tokoh teori pembelajaran, seperti Guthrie yang mengarahkan bagaimana perlunya mempraktikkan respon yang hendak dipelajari dalam kondisi tertentu dimana respon tersebut akan digunakan, kemudian Skinner yang memberikan saran agar tahu hal apa yang menguatkan tindakan, dollard dan miller yang mengingatkan kita agar mewaspadai dorongan yang mungkin dipelajari dalam sebuah situasi, lalu Wertheimer dan kohler yang mengemukakan pentingnya rancangan situasi pembelajaran,
Lewis yang menunjukkan agar kita mengkonstruksi ruang hidup siswa, kemudian Piaget dan Gagne menekankan bagaimana pembelajaran pada saat ini berkembang dari pembelajaran pada waktu sebelumnya serta Tolma, Hull, Estes dan Anderson yang menawarkan banyak usulan serupa dengan bentuk-bentuk yang lebih teknis. Dengan demikian, dari berbegai teori-teori yang ada telah memberikan pemahaman kita terhadap situasi-situasi pembelajaran yang dilaksanakan dan juga menemukan solusi pembelajaran yang dihadapi.
Dengan kata lain, Teori tidak memberikan solusi tetapi teori mengarahkan kita pada pemecahan solusinya. Dari kedua arti penting itu, dapat kita cermati dari para tokoh –tokoh teori pembelajaran, seperti Guthrie yang mengarahkan bagaimana perlunya mempraktikkan respon yang hendak dipelajari dalam kondisi tertentu dimana respon tersebut akan digunakan, kemudian Skinner yang memberikan saran agar tahu hal apa yang menguatkan tindakan, dollard dan miller yang mengingatkan kita agar mewaspadai dorongan yang mungkin dipelajari dalam sebuah situasi, lalu Wertheimer dan kohler yang mengemukakan pentingnya rancangan situasi pembelajaran,
Lewis yang menunjukkan agar kita mengkonstruksi ruang hidup siswa, kemudian Piaget dan Gagne menekankan bagaimana pembelajaran pada saat ini berkembang dari pembelajaran pada waktu sebelumnya serta Tolma, Hull, Estes dan Anderson yang menawarkan banyak usulan serupa dengan bentuk-bentuk yang lebih teknis. Dengan demikian, dari berbegai teori-teori yang ada telah memberikan pemahaman kita terhadap situasi-situasi pembelajaran yang dilaksanakan dan juga menemukan solusi pembelajaran yang dihadapi.
Adapun teori-teori belajar tersebut
adalah sebagai berikut:
2.1.1
Teori Humanistik
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan
bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan
pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak
berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling
ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa
yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan
asal tujuan untuk “Memanusiakan Manusia” (mencapai aktualisasi diri dan
sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para guru adalah membantu siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada dalam diri mereka. Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam
pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta siswa
mampu mengembangkan potensi dirinya.
2.1.2
Teori Behavioristik
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini
lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain,
belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental.
Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya
kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa
belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu.
2.1.3
Teori Kognitif
Teori Kognitif,
dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun
1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikolog
perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi
Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan
melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan.
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema
tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan
perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan
informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang
berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan
kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat
bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi
dengan sendirinya terhadap lingkungan.
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan
sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi,
reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang
berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam
merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran,
tidak lagi mekanistik sebagaimana dilakukan dalam pendekatan behavioristik.
Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat
diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.
Menurut teori ini,
belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman
tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar
teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam
dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif.
Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang
baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh
siswa.
2.2
PENERAPAN
TEORI-TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BIDANG STUDI AGAMA HINDU
Setelah
memahami dan mengerti tentang teori-teori belajar dalam pembelajaran khususnya
pada mata pelajaran agama Hindu, seorang pendidik harus mampu menerapkan
teori-teori tersebut di kelas. Adapun penerepan teori-teori tersebut adalah
sebagai berikut:
2.2.1
Penerapan
Teori Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama
proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru
dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa.
Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh
tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri ,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk
diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan
sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat
oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan ,
norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Bila diaplikasikan kedalam mata pelajaran agama Hindu, guru hanya
sebagia fasilitataor siswanya, sedangkan siswa tituntut untuk menemukan
kasus-kasus yang terjadi dalam siswa beragama dimasyarakat,kemudian dalam
proses belajar mengajar guru hanya sebagai penunjuk arah dan memberikan jalan,
karena pada dasarnya pelajaran agama tidak bersifat teoritis. Dengan hal itu
guru hanya sebagi matifator siswa biar semakin mantap mereka dalam beragama.
2.2.2
Penerapan
Teori Behavioristik
Penerapan teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge)ke orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind atau
pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui
proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang
dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang
sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar
atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Prosedur-prosedur pengendalian atau perbaikan tingkah laku yang
dapat dilakukan oleh tenaga pendidik antara lain:
a.
Memperkuat Tingkah Laku
Bersaing
Dalam usaha merubah tingkah laku yang tak diinginkan diadakan
penguatan tingkah laku yang diinginkan dengan mengadakan kerjasama, membaca dan
bekerja di satu meja untuk mengatasi kelakuan-kelakuan menentang, melamun, dan
hilir mudik. Sesudah menerapkan aturan-aturan kelas kepada siswa, guru melupakan
atau mengabaikan tingkah laku siswa yang mengacau dan memuji tingkah laku siswa
yang memberi kesempatan guru untuk mengajar. Dalam beberapa waktu, social
reinforcement untuk tingkah laku yang tepat mengurangi tingkah laku yang tidak
diinginkan.
b.
Ekstingsi
Ekstingsi ialah proses di mana suatu operant yang telah terbentuk
tidak mendapat reinforcement lagi. Ekstingsi dilakukan dengan
membuat/meniadakan peristiwa-peristiwa penguat tingkah laku. Ekstingsi dapat
dipakai bersama-sama dengan metode lain seperti “modelling dan social
reinforcement”. Misalnya, Ana adalah salah seorang siswi kelas tiga dia selalu
mengacungkan tangan ketika guru melontarkan pertanyaan kepada para siswa untuk
menjawab pertanyaan. Tetapi guru tidak memberikan perhatian pada Ana yang ingin
menjawab pertanyaan gurunya tersebut. Suatu ketika Ana tidak mau lagi
mengacungkan tangan ketika guru melontarkan pertanyaan para siswa untuk
menjawab pertanyannya meskipun ia bisa menjawabnya.
Guru-guru sering mengalami kesulitan dalam
mengadakan ekstingsi karena mereka harus belajar mengabaikan
“sekolahsbehaviors” tertentu. Tentu saja ada jenis-jenis tingkah laku yang
tidak dapat diabaikan oleh guru-guru terutama tingkah laku yang menyinggung
perasaan murid-murid. Ekstingsi berlangsung terutama jika reinforcement adalah
perhatian. Apabila murid memperhatikan ke sana ke mari, maka perubahan
interaksi guru murid akan menghentikan tingkah laku murid tersebut.
c.
Satiasi
Satiasi adalah suatu prosedur menyuruh
seseorang melakukan perbuatan berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah atau
jera. Contoh: seorang ayah yang memergoki anak kecilnya merokok menyuruh anak
merokok sampai habis satu pak sehingga anak itu bosan. Krumboltz dan Krumboltz
(1972) menyatakan jika tingkah laku yang diulang berbeda dengan tingkah laku
yang tidak diinginkan maka satiasi tidak tepat. Yang tepat adalah menerapkan
metode disiplin seperti menulis 100 kali. Guru sebaiknya mencoba memperkuat
tingkah laku yang tepat untuk menggantikan tingkah laku yang tidak diinginkan.
Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan
oleh perubahan kondisi stimuli yang mempengaruhi tingkah laku itu. Jika murid
terganggu oleh suara gaduh di luar kelas, ketukan jendela dapat menghentikan
gangguan itu. Jika suatu tugas yang sulit mengecewakan murid, maka guru dapat
mengganti dengan tugas yang kurang begitu sulit. Jika di kelas ada dua orang
murid yang termenung saja, guru dapat menghampiri atau duduk di dekat mereka.
d. Hukuman
Untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman
hendaknya diterapkan di kelas dengan bijaksana. Hukuman dapat mengatasi tingkah
laku yang tak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan
reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan murid,
sedangkan reward menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid.
Bukti menunjukkan, bahwa hukuman atas
kelakuan murid yang tak pantas lebih efektif daripada tidak menghukum.
Ada dua bentuk hukuman:
·
Pemberian
stimulus derita, sekolahsalnya: bentakan, cemoohan, atau ancaman.
·
Pembatalan
perlakuan positif, sekolahsalnya: mengambil kembali suatu mainan atau mencegah
anak untuk bermain-main bersama teman-temannya.
Harus kita ingat dalam memberikan hukuman,
bahwa hukuman sering tidak disetujui oleh kelompok teman sebaya. Sia-sialah
guru menghukum seorang anak jika teman–temannya kelihatan tidak setuju terhadap
hukuman itu. Hukuman hendaknya dilaksanakan Iangsung, secara kalem, disertai
reinforcement dan konsisten.
Dalam
penerapan teori behavioristik ini guru lebih berperan aktif dalam kelas, karena
semua tindakan dan perintah yang diperintah guru akan di tiru oleh siswanya. Misalnya
dalam ajaran Catur Guru, yang pertama adalah guru Swadiaya yaitu Sang Hyang
Widhi, guru mengajarkan sembahyang tiga kali sehari kepada siswa. Yang kedua
adalah guru Rupaka yaitu menghormati orang tua, guru mengajarkan bagaimana
sepatutnya bertingkah laku kepada orang tua, contohnya berkata yang sopan
kepada bapak dan ibuk di rumah. Ketiga adalah guru Pengajian yaitu menghormati
guru di sekolah, dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru,
mengucapkan salam saat bertemu dengan guru. Yang terakhir adalah guru Wisesa
yaitu menghormati pemerintah, dengan cara melaksanakan peraturan-peraturan yang
ditetapkan oleh pemerintah, contohnya wajib belajar 12 (dua belas) tahun.
2.2.3
Penerapan
Teori Kognitif
Dalam penerapan teori belajar kognitif ini kita mengambil salah satu
tokoh yaitu David P. Ausubel.
Teori belajar Ausubel menitikberatkan pada
bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar yaitu Belajar
Hafalan (Rote-Learning) dan Belajar
Bermakna (Meaningful-Learning).
a.
Belajar Hapalan
Materi dalam
pelajaran Agama Hindu bukanlah pengetahuan yang terpisah-pisah namun merupakan
satu kesatuan, sehingga pengetahuan yang satu dapat berkait dengan pengetahuan
yang lain. Seorang anak tidak akan mengerti tentang siapa yang menciptakan
dirinya. Ia harus tahu bahwa yang menciptakan dirinya itu adalah Tuhan. Dan
Tuhan lah yang menciptaan semua isi yang ada di alam semesta ini. Seorang anak
kecil juga harus tahu bahwa Tri Kaya Parisudha merupakan pedoman hidup dalam
ajarang agama Hindu. Sering terjadi kesalahan, anak kecil mengatakan bahwa
orang tua lah yang menciptakan dirinya karena orang tua lah yang melahirkan
dirinya. Kesalahan seperti inilah yang akan membuat anak tersebut akan selalu
menyebut orang tuanya yang menciptakannya. Hal yang lebih parah akan terjadi
jika ia tidak paham tentang pedoman hidup dalam ajaran agama Hindu.
b.
Belajar Bermakna
Agar proses
mengingat tentang hubungan karmaphala dengan punarbhawa dapat bermakna, maka proses
mengingat harus dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. Misalnya saja
jika orang yang karmanya baik maka ia akan moksa dan jika karmanya ia buruk
maka ia akan terlahir kembali atau mengalami punarbhawa. Tugas guru
adalah membantu memfasilitasi
siswa sehingga hubungan karmaphala dengan punarbhawa tersebut dapat dikaitkan
dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Jika seorang siswa tidak dapat
mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki
siswa, maka proses pembelajarannya disebut dengan belajar yang tidak bermakna
(rote learning).
Itulah inti dari
belajar bermakna (meaningful learning) yang telah digagas David P
Ausubel. Di samping itu,
seorang guru dituntut untuk mengecek, mengingatkan kembali ataupun memperbaiki
pengetahuan prasyarat siswanya sebelum ia memulai membahas topik baru, sehingga
pengetahuan yang baru tersebut dapat berkait dengan pengetahuan yang lama yang
lebih dikenal sebagai belajar bermakna tersebut.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN
Teori-teori
belajar dalam pembelajaran yaitu teori Humanistik dimana teori ini mengajarkan
seorang guru bertindak sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar. Teori
yang kedua adalah teori Behavioristik dimana seorang guru harus mampu mengubah
perilaku atau tingkah laku siswa dengan guru sebagai panutannya. Yang ketiga
yaitu teori Kognitif disini seorang guru harus lebih sering mengulang pelajaran
yang telah disampaikan pada pertemuan yang sebelumnya, agar halafan siswa bisa
terpancing lagi sehingga ketika guru melanjutan materi yang berikutnya siswa
mampu untuk menghubungkan dengan materi yang sebelumnya diajarkan.
3.2 SARAN
Setelah
membaca Makalah
ini di harapkan pembaca bisa lebih memahami sekaligus menerapkan
peranan teori-teori belajar dalam pembelajaran khususnya dalam
bidang studi agama Hindu.