Senin, 07 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN

      1.1  LATAR BELAKANG
Dalam suatu pembelajaran dibutuhkan aspek yang sangat penting yaitu strategi pengajaran dan pembelajaran. Guru perlu bertindak sebagai fasilitator, bersikap terbuka, imaginatif, kreatif, inovatif dan inventif. 

Guru hendaklah memotivasi murid supaya senantiasa terus mencoba, walaupun menemui kegagalan. Dalam penyediaan projek, murid diberi kebebasan merangka dan membuat projek berdasarkan pengetahuan, kemahiran dan pengalaman mereka daripada berbagai bidang ilmu yang lain. Selain itu, petunjuk cara juga mesti dilakukan di mana guru perlu mendemonstrasi kepada pelajar cara yang betul dan selamat dalam penggunaan berbagai alat dan bahan untuk mereka praktikkan. 
Satu kumpulan dinamik yaitu pembagian kelas kepada beberapa kumpulan kecil sebaiknya dilaksanakan di dalam kelas selain sumbang saran di mana satu perbincangan secara intensif untuk  penjanaan idea atau mencari idea dilakukan dengan menggalakkan penglibatan semua ahli dalam kelas dan seterusnya ceramah boleh juga diaplikasikan dalam subjek ini untuk memberi maklumat dan gambaran yang terbaik kepada pelajar. Teori belajar harus dibina di mana idea dan pendapat pelajar mesti dihargai, aktivitas dalam kelas perlu menjabarkan pelajar, guru menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran kepada pelajar, pengajaran dan pembelajaran di bina berdasarkan konsep asas dan utama serta pengajaran dan pembelajaran di nilai dalam konteks pengajaran.
Guru harus sadar tentang strategi pengajarannya dan perlu berfikir tentang cara untuk meningkatkan proses pengajarannya. Antara masalah yang telah dikenal pasti ialah pelajar sukar mengeluarkan ide sendiri dan terlalu bergantung kepada guru semata-mata di samping kemahiran belajar di kalangan pelajar yang rendah terutamanya dalam menyelesaikan masalah. Dalam pembelajaran terdapat empat teori belajar yang harus dikuasi oleh seorang guru, adapun teori-teori tersebut adalah teori Humanistik, teori Behavioristik, dan teori Kognitif.
Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, maka penyusun akan menyusun Makalah yang berjudul Menganalisis Penerapan Teori-Teori Belajar dalam  Pembelajaran Bidang Studi Agama Hindu”.

1.2  PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan masalah  dilakukan guna mempersempit pembahasan dalam makalah ini. Salah satu pembatasan masalah yang penulis susun adalah mengenai penerapan teori-teori belajar dalam pembelajaran khususnya pada bidang studi Agama Hindu.  

1.3  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas dapat kami rumuskan permasalahan yang dibahas dalam makalah kami, sebagai berikut:
1.1.1        Apa sajakah teori-teori belajar dalam pembelajaran?
1.1.2        Bagamana penerapan teori-teori belajar dalam pembelajaran bidang studi agama Hindu?

1.4  TUJUAN
Berkaitan dengan judul dalam latar belakang penyusunan makalah, tujuan pembuatannya antara lain sebagai berikut:
1.1.3        Memahami secara mendalam mengenai teori-teori belajar dalam pembelajaran.
1.1.4        Memahami peranan Supervisi Pembelajaran dalam meningkatkan mutu dan kualitas hasil belajar.

1.5  METODE PENULISAN
Berdasarkan permasalahn yang diambil maka metode penulisan yang kami gunakan adalah Kajian Pustaka.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1     TEORI-TEORI BELAJAR
Seorang guru harus mengetahui dan memahami serta menerapkan teori-teori belajar dalam pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan dari siswa. Dalam teori-teori pembelajaran memiliki arti penting yang pokok, yaitu pertama, teori pembelajaran menyediakan kosakata dan kerangka konseptual yang bisa guru gunakan untuk menginterpretasikkan contoh-contoh pembelajaran yang kita amati. Kedua, teori pembelajaran menuntun kita ke mana harus mencari solusi atas persoalan-persoalan praktis. 
Dengan kata lain, Teori tidak memberikan solusi tetapi teori mengarahkan kita pada pemecahan solusinya. Dari kedua arti penting itu, dapat kita cermati dari para tokoh –tokoh teori pembelajaran, seperti Guthrie yang mengarahkan bagaimana perlunya mempraktikkan respon yang hendak dipelajari dalam kondisi tertentu dimana respon tersebut akan digunakan, kemudian Skinner yang memberikan saran agar tahu hal apa yang menguatkan tindakan, dollard dan miller yang mengingatkan kita agar mewaspadai dorongan yang mungkin dipelajari dalam sebuah situasi, lalu Wertheimer dan kohler yang mengemukakan pentingnya rancangan situasi pembelajaran, 
Lewis yang menunjukkan agar kita mengkonstruksi ruang hidup siswa, kemudian Piaget dan Gagne menekankan bagaimana pembelajaran pada saat ini berkembang dari pembelajaran pada waktu sebelumnya serta Tolma, Hull, Estes dan Anderson yang menawarkan banyak usulan serupa dengan bentuk-bentuk yang lebih teknis. Dengan demikian, dari berbegai teori-teori yang ada telah memberikan pemahaman kita terhadap situasi-situasi pembelajaran yang dilaksanakan dan juga menemukan solusi pembelajaran yang dihadapi.
Adapun teori-teori belajar tersebut adalah sebagai berikut:
2.1.1        Teori Humanistik
Dalam teori belajar humanistik  proses belajar harus berhulu dan bermuara  pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan  kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “Memanusiakan Manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para guru adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta siswa mampu mengembangkan potensi dirinya.
2.1.2        Teori Behavioristik
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
2.1.3        Teori Kognitif
Teori Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikolog perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.
Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

2.2     PENERAPAN TEORI-TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BIDANG STUDI AGAMA HINDU
 Setelah memahami dan mengerti tentang teori-teori belajar dalam pembelajaran khususnya pada mata pelajaran agama Hindu, seorang pendidik harus mampu menerapkan teori-teori tersebut di kelas. Adapun penerepan teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:
2.2.1        Penerapan Teori Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Bila diaplikasikan kedalam mata pelajaran agama Hindu, guru hanya sebagia fasilitataor siswanya, sedangkan siswa tituntut untuk menemukan kasus-kasus yang terjadi dalam siswa beragama dimasyarakat,kemudian dalam proses belajar mengajar guru hanya sebagai penunjuk arah dan memberikan jalan, karena pada dasarnya pelajaran agama tidak bersifat teoritis. Dengan hal itu guru hanya sebagi matifator siswa biar semakin mantap mereka dalam beragama.
2.2.2        Penerapan Teori Behavioristik
Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)ke orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Prosedur-prosedur pengendalian atau perbaikan tingkah laku yang dapat dilakukan oleh tenaga pendidik antara lain:
a.       Memperkuat Tingkah Laku Bersaing
Dalam usaha merubah tingkah laku yang tak diinginkan diadakan penguatan tingkah laku yang diinginkan dengan mengadakan kerjasama, membaca dan bekerja di satu meja untuk mengatasi kelakuan-kelakuan menentang, melamun, dan hilir mudik. Sesudah menerapkan aturan-aturan kelas kepada siswa, guru melupakan atau mengabaikan tingkah laku siswa yang mengacau dan memuji tingkah laku siswa yang memberi kesempatan guru untuk mengajar. Dalam beberapa waktu, social reinforcement untuk tingkah laku yang tepat mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan.
b.      Ekstingsi
Ekstingsi ialah proses di mana suatu operant yang telah terbentuk tidak mendapat reinforcement lagi. Ekstingsi dilakukan dengan membuat/meniadakan peristiwa-peristiwa penguat tingkah laku. Ekstingsi dapat dipakai bersama-sama dengan metode lain seperti “modelling dan social reinforcement”. Misalnya, Ana adalah salah seorang siswi kelas tiga dia selalu mengacungkan tangan ketika guru melontarkan pertanyaan kepada para siswa untuk menjawab pertanyaan. Tetapi guru tidak memberikan perhatian pada Ana yang ingin menjawab pertanyaan gurunya tersebut. Suatu ketika Ana tidak mau lagi mengacungkan tangan ketika guru melontarkan pertanyaan para siswa untuk menjawab pertanyannya meskipun ia bisa menjawabnya.
Guru-guru sering mengalami kesulitan dalam mengadakan ekstingsi karena mereka harus belajar mengabaikan “sekolahsbehaviors” tertentu. Tentu saja ada jenis-jenis tingkah laku yang tidak dapat diabaikan oleh guru-guru terutama tingkah laku yang menyinggung perasaan murid-murid. Ekstingsi berlangsung terutama jika reinforcement adalah perhatian. Apabila murid memperhatikan ke sana ke mari, maka perubahan interaksi guru murid akan menghentikan tingkah laku murid tersebut.
c.       Satiasi
Satiasi adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah atau jera. Contoh: seorang ayah yang memergoki anak kecilnya merokok menyuruh anak merokok sampai habis satu pak sehingga anak itu bosan. Krumboltz dan Krumboltz (1972) menyatakan jika tingkah laku yang diulang berbeda dengan tingkah laku yang tidak diinginkan maka satiasi tidak tepat. Yang tepat adalah menerapkan metode disiplin seperti menulis 100 kali. Guru sebaiknya mencoba memperkuat tingkah laku yang tepat untuk menggantikan tingkah laku yang tidak diinginkan.
Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi stimuli yang mempengaruhi tingkah laku itu. Jika murid terganggu oleh suara gaduh di luar kelas, ketukan jendela dapat menghentikan gangguan itu. Jika suatu tugas yang sulit mengecewakan murid, maka guru dapat mengganti dengan tugas yang kurang begitu sulit. Jika di kelas ada dua orang murid yang termenung saja, guru dapat menghampiri atau duduk di dekat mereka.
d.      Hukuman
Untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman hendaknya diterapkan di kelas dengan bijaksana. Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan murid, sedangkan reward menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid.
Bukti menunjukkan, bahwa hukuman atas kelakuan murid yang tak pantas lebih efektif daripada tidak menghukum.
Ada dua bentuk hukuman:
·         Pemberian stimulus derita, sekolahsalnya: bentakan, cemoohan, atau ancaman.
·         Pembatalan perlakuan positif, sekolahsalnya: mengambil kembali suatu mainan atau mencegah anak untuk bermain-main bersama teman-temannya.
Harus kita ingat dalam memberikan hukuman, bahwa hukuman sering tidak disetujui oleh kelompok teman sebaya. Sia-sialah guru menghukum seorang anak jika teman–temannya kelihatan tidak setuju terhadap hukuman itu. Hukuman hendaknya dilaksanakan Iangsung, secara kalem, disertai reinforcement dan konsisten.
Dalam penerapan teori behavioristik ini guru lebih berperan aktif dalam kelas, karena semua tindakan dan perintah yang diperintah guru akan di tiru oleh siswanya. Misalnya dalam ajaran Catur Guru, yang pertama adalah guru Swadiaya yaitu Sang Hyang Widhi, guru mengajarkan sembahyang tiga kali sehari kepada siswa. Yang kedua adalah guru Rupaka yaitu menghormati orang tua, guru mengajarkan bagaimana sepatutnya bertingkah laku kepada orang tua, contohnya berkata yang sopan kepada bapak dan ibuk di rumah. Ketiga adalah guru Pengajian yaitu menghormati guru di sekolah, dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mengucapkan salam saat bertemu dengan guru. Yang terakhir adalah guru Wisesa yaitu menghormati pemerintah, dengan cara melaksanakan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, contohnya wajib belajar 12 (dua belas) tahun.
2.2.3        Penerapan Teori Kognitif
Dalam penerapan teori belajar kognitif ini kita mengambil salah satu tokoh yaitu David P. Ausubel. Teori belajar Ausubel menitikberatkan  pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut Ausubel terdapat  dua jenis belajar yaitu Belajar Hafalan (Rote-Learning) dan Belajar Bermakna (Meaningful-Learning).
a.       Belajar Hapalan
Materi dalam pelajaran Agama Hindu bukanlah pengetahuan yang terpisah-pisah namun merupakan satu kesatuan, sehingga pengetahuan yang satu dapat berkait dengan pengetahuan yang lain. Seorang anak tidak akan mengerti tentang siapa yang menciptakan dirinya. Ia harus tahu bahwa yang menciptakan dirinya itu adalah Tuhan. Dan Tuhan lah yang menciptaan semua isi yang ada di alam semesta ini. Seorang anak kecil juga harus tahu bahwa Tri Kaya Parisudha merupakan pedoman hidup dalam ajarang agama Hindu. Sering terjadi kesalahan, anak kecil mengatakan bahwa orang tua lah yang menciptakan dirinya karena orang tua lah yang melahirkan dirinya. Kesalahan seperti inilah yang akan membuat anak tersebut akan selalu menyebut orang tuanya yang menciptakannya. Hal yang lebih parah akan terjadi jika ia tidak paham tentang pedoman hidup dalam ajaran agama Hindu.
b.   Belajar Bermakna
Agar proses mengingat tentang hubungan karmaphala dengan punarbhawa dapat bermakna, maka proses mengingat harus dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. Misalnya saja jika orang yang karmanya baik maka ia akan moksa dan jika karmanya ia buruk maka ia akan terlahir kembali atau mengalami punarbhawa. Tugas guru adalah  membantu memfasilitasi siswa sehingga hubungan karmaphala dengan punarbhawa tersebut dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Jika seorang siswa tidak dapat mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, maka proses pembelajarannya disebut dengan belajar yang tidak bermakna (rote learning).
Itulah inti dari belajar bermakna (meaningful learning) yang telah digagas David P Ausubel.  Di samping itu, seorang guru dituntut untuk mengecek, mengingatkan kembali ataupun memperbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum ia memulai membahas topik baru, sehingga pengetahuan yang baru tersebut dapat berkait dengan pengetahuan yang lama yang lebih dikenal sebagai belajar bermakna tersebut.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1  KESIMPULAN
Teori-teori belajar dalam pembelajaran yaitu teori Humanistik dimana teori ini mengajarkan seorang guru bertindak sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar. Teori yang kedua adalah teori Behavioristik dimana seorang guru harus mampu mengubah perilaku atau tingkah laku siswa dengan guru sebagai panutannya. Yang ketiga yaitu teori Kognitif disini seorang guru harus lebih sering mengulang pelajaran yang telah disampaikan pada pertemuan yang sebelumnya, agar halafan siswa bisa terpancing lagi sehingga ketika guru melanjutan materi yang berikutnya siswa mampu untuk menghubungkan dengan materi yang sebelumnya diajarkan.

3.2  SARAN
Setelah membaca Makalah ini di harapkan pembaca bisa lebih memahami sekaligus menerapkan peranan teori-teori belajar dalam pembelajaran khususnya dalam bidang studi agama Hindu.





Empat Pilar Kebangsaan
Menganalisis Korelasi Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara 
Dengan Kekawin Ramayana III.63

BAB 1. PENDAHULUAN


1. Latar Belakang

            Indonesia seperti yang telah diketahui bersama, merupakan negara yang tersusun atas gugusan pulau - pulau. Keberagaman dan kemajemukan budaya, suku,  ras serta bahasa dan lainnya sangatlah bermacacm-macam. Sadar akan hal tersebut maka sebagai anak bangsa kita perlu senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai positif yang terkadung di dalam susunan ketatanegaraan salah satunya yakni “Empat Pilar Berbagsa Dan Bernegara”.

Taufiq Kiemas (1942-2013), siapa yang tidak menegenalnya beliaulah yang mencetuskan konsep empat pilar berbagsa dan bernegara yang dimaksudkan. Politisi senior kelahiran Jakarta, 1942, tiga tahun sebelum merdeka ini sangatlah berjasa Dirinya hingga kini dijuluki sebagai bapak empat pilar kebangsaan. Ide dan pemikirannya yang brilian tersebutlah yang menjadikannya senantiasa panjang umur.

Empat pilar berbangsa dan bernegara  tersebut adalah:
  1. Pancasila,
  2. Undang-Undang Dasar 1945,
  3. Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
  4. Bhinneka Tunggal Ika.
Kendati begitu indahnya penggabungan empat pilar di atas, beragam kritikan terhadap empat Pilar tersebut, sebab oleh sebagian besar orang menilai hanyalah sekedar slogan politik belaka marak mencuat keranah publik. Implementasi dan korelasi antara keduanya tidaklah memiliki kesamaaan kekuatan. Demikian pernyataan kritikan itu memang cukup berdasar atau sangatlah fundamental dengan semakin kisruhnya negara dibawa kendali pemimpin yang kurang tegas. Diskriminasi dan sabotase sebagai akibat dari kepentingan orang-orang yang memiliki kekuasaanlah menjadi dasar pemikiran dari beragam kritikan-kritikan.

Bukan apa dan juga bukan karena siapa, namun, mengapa ? Masikah ada mereka memiliki pemikiran yang pantas untuk dicontoh. Ahklak mereka apakah begitu rendahnya, tentunya tidak. Berlandaskan pengamatan melalui indera pengelihatan mereka tampil dengan rapinya, menggunakan atribut-atribut tertentu yang memberikan sinyal dan pertanda bahwa inilah saksi bila saya berbuat buruk. Akan tetapi, terlepas dari atribut-atribut oleh oknum yang berbuat dibalik daripadanya, mereka sangatlah ganas. Tidak jarang yang seharusnya mendapatkan hukuman berat atau hukuman mati sekalipun.

Andaikan saja negara ini memiliki hukum kuat tentang hukuman mati, maka saya berpikir sesungguhnya sudah banyak yang seharusnya mendapat hukuman tersebut. Rakyat yang tidak memahami cara bermain mereka-mereka dijadikan tumbalnya. Betapa tidak hanya dengan secuil imbalan mereka dimanfaatkan. Kepentingan, kekuasaan, gengsi dan wanita menjadi incaran utamanya tak perduli seberapa buruknya mereka berbuat selama tidak ketahuan.

2. Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengkaji sejauh pemahaman tentang kaitan antara Kakawin ramayana sarga III. Sloka 63   dengan empat pilar berbangsa dan bernegara.
  2. Agar menjadi pengetahuan bahwa pentingnya memahami perkembangan negara dari kemasa kemasa.
  3. Agar mampu melakukan pengkajian dan penerapan Arti dari Kakawin ramayana III.63.
3. Rumusan Masalah
  1. Apa Arti dari kakawin Ramayana III.63
  2. Apakah Makna Kakawin Ramayana III.63 ?
  3. Bagaimana penerapan konsep 4 pilar berbangsa dan bernegara saat ini ?
  4. Seperti apa korelasi antara makna kakawin ramayana III.63 dan penerapan 4 pilar kebangsaan?

BAB II PEMBAHASAN

1. Apa Arti dari kakawin Ramayana III.63

Epos Ramayana, bukanlah sebuah dongeng belaka ataupun hanyalah cerita rakyat yang dituangkan dalam berbagai seni rupa, tarian ataupun kesenian lainnya. Akan tetapi, merupakan suatu warisan dunia yang diperuntuhkan untuk semua bangsa di belahan dunia ini, sebegitu luar biasanya bahkan mampu mempengaruhi kehidupan manusia selama peradaban ini. Bahkan sebelum kehidupan ini dimulai. Sosok Rama dan Laksamana, dua tokoh besar dalam kisah tersebut telah mampu menyihir kehidupan semenjak miliaran tahun lamanya. Siapa sesungguhnya Rama dalam kisah ini, tak dapat dijelaskan dengan kata-kata manusia sederhana seperti ini. Pengetahuan spritualitas dengan tekun sekalipun tak akan mampu menjelaskannya.

Lahir dikalangan bangsawan tak pelak membuatnya begitu dikenal disepanjang garis kehidupan sejak lamanya. Namanya hanya terdiri atas empat huruf “Rama” yah begitulah Ia disapa. Keteguhan hatinya loyalitasnya sebagai sosok ksatria telah mengantarkannya pada kemasyuran yang tiada tara.

Adakah sosok pemimpin masa yang akan dating, demikian seperti sosok Rama. Sepertinya bukanlah perkara mudah.
Berikut salah satu Kekawin dalam kisahnya yakni:

Kekawin Ramayana. Sarga III.Sloka 63

“Sangkaning wruh aji ginego
Nitijina care kapuhara
Pandya acarya dwija pahayun
Gengentatah tikanangasih “.

Artinya :

Asal kepandaian itu ialah karena pengetahuan dipatuhi
Kebijaksanaan membawa sikap prilaku
Para sarjana, para guru dan para pendeta supaya dihormati
Besarkan olehmu kasih sayang itu


2. Apakah Makna Kakawin Ramayana III.63 Beragam sudut pandang dapat muncul kaitannya dengan kekawin diatas, tak terkecuali bila dikaitkan dengan kehidupan saat ini. Khusus untuk pembahasannya akan dibagi atas empat garis besar, berdasarkan baris dari sloka kekawin Ramayana III.63 ini.

“Asal kepandaian itu ialah karena pengetahuan dipatuhi”. Pada mulanya para ahli berpandangan bahwa agama tidak memiliki sangkut paut dengan ilmu pengetahuan. Namun, kekawin ini membuktikan dengan caranya sendiri, ini berarti anggapan tersebut tidaklah seratus persen benar. Adapun makna dari baris pertama ini ialah bahwa kepandaian ataupun yang namanya keceradasan dan atau dalam bahasa trennya intelektual itu hanya dapat diperoleh melalui keteguhan dan patu terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Bayangkan berapa orang yang berhasil menyerap pengetahuan yang diajarkan dengan cara yang tidak patuh. Dibandingkan bila merapatkan barisan dan menyiapkan diri untuk segala konsekuensinya dengan harapan pengetahuan yang diinginkan dapat terserap sempurna.    
“Kebijaksanaan membawa sikap prilaku” Kebijaksanaan hanyalah sebuah untaian kata, artinyalah yang begitu dalam. Orang-orang yang bijaksana adalah mereka yang mampu memilih dan memilah beragam informasi, letak baik dan buruknya mereka mampu mengetahuinya. Pernakah Anda mendengar orang-orang mengatakan kata-katamu mencerminkan kualitasmu. Bahwa pengetahuanmu hanyalah sebatas pandanganmu dan pandanganmu hanyalah sebatas cakrawalamu. Beranjak dari pengantar tersebut dapat ditarik makna dari baris kedua ini adalah, bahwa kebijaksanaan tidak dapat diukur dengan alat ukur sedetail sekalipun. Namun, hanya dapat diketahui melalui perilaku dan perbuatan seseorang, bahkan sebagian besar orang-orang kebijaksanaannya  sekalipun tidak terpengaruh dengan berapa tingginya pendidikan yang dimiliki. Cara pandang dan tindakannyalah yang menjadi kunci utamanya 

“Para sarjana, para guru dan para pendeta supaya dihormati" 
3. Bagaimana penerapan konsep 4 pilar berbangsa dan bernegara saat ini


Popular Posts