1. Kasus Donny Iswandono
Awal September 2013, Donny Iswandono, penggerak dan
pemimpin redaksi media online Nias-Bangkit.com (NBC) sedang menghadapi proses
hukum karena tuntutan pencemaran nama yang diatur dalam Pasal 27 UU ITE,
terkait pemberitaan tentang kasus korupsi di Nias Selatan, Idealisman Dachi.
Dachi mengugat karena media yang dikelola Donny
menulis artikel berjudul “Segera! Periksa, Tangkap dan Adili Bupati Nias
Selatan”. Menurut Donny, NBC sudah mencoba dan berusaha mengkonfirmasi ke
Bupati Nias Selatan atas adanya aksi unjuk rasa yang dilakukan di KPK, tetapi
tidak mendapatkan respon.
2. Kasus Johan Yan
Pada Agustus 2013, pengguna Facebook di Surabaya
bernama Johan Yan terancam hukuman penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar.
Johan disangka melanggar Pasal 27 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik akibat komentarnya di Facebook tentang dugaan korupsi
Rp 4,7 triliun di Gereja Bethany Surabaya, Jawa Timur.
3. Kasus Anthon Wahju Pramono
Pada Juli 2013, Anthon Wahju Pramono, notaris berusia
64 tahun, mulai disidangkan dalam kasus pengancaman kepada HM Lukminto di
Pengadilan Negeri Solo, Jawa Tengah. Anthon digugat karena menegur dan
mengirimkan SMS dengan bahasa yang dinilai kasar ke Lukminto, yang merupakan
pemilik pabrik tekstil raksasa, Sritex. Anthon dijerat dengan Pasal 29 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
4. Kasus Ade Armando
Dosen FISIP UI, Ade Armando, ditetapkan sebagai
tersangka dugaan kasus pencemaran nama baik. Penyidik Polda Metro Jaya menjadwalkan
pemanggilan Ade untuk diperiksa sebagai tersangka. Armando digugat lantaran
dianggap mencemarkan nama baik dan menghina Kamarudin yang menjabat sebagai
Direktur Kemahasiswaan UI.
Dalam blog pribadi milik Armando, dirinya menulis dua
artikel berjudul “Bungkamnya BEM-BEM UI: Tak peduli, Pengecut atau Dikadali?”
Dan “BEM-BEM di UI SEGERA BERTINDAK: REKTOR DAN PARA KACUNGNYA GAGAL.” Dua
artikel tersebut dimuat Armando pada 29 Januari 2012 dan 4 Maret 2012.
5. Kasus Budiman
Budiman, guru SMP Negeri Ma’rang, di Kabupaten
Pangkep, ditahan karena memberikan kritik dan dianggap menghina Bupati Pangkep,
Syamsuddin A Hamid melalui Facebook.
Dalam akun Facebook miliknya, Budiman menyebutkan Syamsuddin
sebagai bupati terbodoh di Indonesia. Komentar tersebut berawal dari
diunggahnya foto mantan Bupati Pangkep, Syafruddin Nur, yang sudah meninggal.
Lalu Budiman pun membandingkan kinerja bupati yang lama tersebut dengan yang
sekarang.
"Sbg bupati yang slalu dikenang (Syafruddin Nur),
tdk spt bupati skarang (Syamsuddin A Hamid). Bupati terbodoh di
Indonesia." tulis Budiman di akun Facebooknya.
Bupati Pangkep, Syamsuddin, merasa itu adalah sebuah
penghinaan dan kemudian melaporkan Budiman ke Polres Pangkep. Esok harinya,
Budiman ditahan. Istri Budiman, Andi Rita, memohon penangguhan penahanan
Budiman yang dipenuhi oleh Kepala Polres Pangkep, Ajun Komisaris Besar Deni
Hermana.
Bupati Syamsuddin, kata Deni, sudah memaafkan Budiman,
tetapi belum mencabut laporannya di kepolisian. Budiman dikenai UU Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 27 ayat 3.
6. Kasus Mirza Alfath
Mirza Alfath, dosen Fakultas Hukum Universitas
Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, Aceh, dianggap melakukan pelecehan atas
syariat Islam atas komentarnya di Facebook. Berikut tulisan di Facebook Mirza
yang ditulis 3 Juli 2012:
"Hukum Syariah jelas banyak sekali kelemahan dan
kekurangan, ia sudah tidak layak lagi dipertahankan bagi manusia modern dan
masyarakat maju. Hukum syariah hanya cocok pada jamannya ketika manusia masih
minim ilmu pengetahuan.
Salah satu kelemahan syariah Islam adalah bahwa
hukum-hukumnya tidak pernah memperkenankan 'bukti-bukti lapangan' dan ilmu
pengetahuan dalam mengambil keputusan hukum, ia hanya bersandar pada
saksi-saksi yang terreputasi, misalnya dalam kasus pemerkosaan, korban harus
membawa 4 orang saksi yang melihat langsung untuk menjatuhi hukuman kpd
tersangka ."
Sementara dalam kasus perzinahan, perempuan hamil cukup
dijadikan bukti perzinahan telah terjadi untuk di rajam (meskipun hukum rajam
sendiri tidak diatur dalam Al-Quran). Adakah keadilan dalam hukum Allah yang
katanya Maha Adil itu?"
Mirza ditahan pada 20 November 2012 gara-gara
tulisannya di dinding Facebook yang bernama Mirzanivic Alfathenev itu. Rumah
Mirza sempat menjadi sasaran amuk massa dengan dilempari batu
Mirza mengakui bahwa akun Mirzanivic Alfathenev
miliknya. Ia dianggap telah sesat dari ajaran Islam oleh Majelis
Permusyawaratan Ulama (MPU) Lhokseumawe. Mirza akhirnya meminta maaf kepada
publik pada 23 November 2012.
7. Kasus Musni Umar
Musni Umar, Mantan Ketua Komite Sekolah SMAN 70 yang
juga dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
menjadi tersangka pencemaran nama baik setelah menulis di blog atas dugaan
praktek korupsi mantan Kepala Sekolah SMAN 70 Bulungan Jakarta. Musni
dilaporkan Ketua Komite Sekolah SMAN 70, Ricky Agusyady.
8. Kasus Alexander Aan
Rabu, 18 Januari 2012, calon pegawai negeri sipil
(CPNS) Kabupaten Dharmasraya, Alexander Aan, nyaris diamuk massa. Alexander
Aan, yang sehari-hari bertugas di Kantor Bappeda Dharmasraya, Sumatera Barat,
menulis statusnya di Facebook. Di dunia maya ia mengaku Tuhan itu tidak ada.
Alasannya karena ia melihat masih banyaknya kesengsaraan di dunia dan banyaknya
kesenjangan hidup.
Karena statusnya di Facebook, Alexander Aan menghadapi
ancaman Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama. Polisi juga menjerat pemilik
akun Facebook Alex Aan dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang (UU) No 8 Tahun
2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pada tanggal 14 Juni 2012, Pengadilan Muaro Sijunjung
menyatakan Alexander bersalah karena menyebarkan kebencian agama. Ia dijatuhi
hukuman penjara 2,5 tahun dan denda Rp 100 juta.
9. Kasus M Fajriska Mirza
Pengacara Muhammad Fajriska Mirza dilaporkan Jamwas
Marwan Effendi karena kicauannya di Twitter. Ia dijerat dengan pasal pencemaran
nama baik dan pelanggaran UU ITE, dengan ancaman 8 tahun penjara.
Jaksa penuntut umum mendakwa pemilik akun @fajriska
dengan dua pasal. Ia diduga telah sengaja mendistribusikan dokumen elektronik
yang memuat penghinaan atau pencemaran nama baik. Fajriska juga dijerat pasal
pengaduan dan pemberitahuan palsu kepada penguasa sehingga kehormatan atau nama
baiknya terserang.
10. Kasus Ira Simatupang
Mantan dokter RSUD Tangerang, dokter Ira Simatupang,
divonis 5 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena dianggap
mencemarkan nama baik. Ira melaporkan percobaan pemerkosaan oleh rekan kerjanya
di RSUD Tangerang, tapi tak cukup bukti sehingga polisi menghentikan penyidikan
pada 2009. Tak lama Ira diberhentikan sebagai dokter ahli kandungan di rumah
sakit tersebut.
Pada 2010, Ira menulis sejumlah e-mail terkait
pelecehan seksual yang dialaminya ke sejumlah rekan dan atasannya. E-mail
inilah yang akhirnya menjerat Ira dalam kasus pencemaran nama baik. Dokter
Bambang Gunawan yang saat itu menjabat sebagai atasan Ira di RSUD Tangerang
melaporkan bahwa Ira menyebut dan mencemarkan nama baiknya dalam e-mail yang
dikirimkan Ira.
Ira didakwa tiga pasal, yakni Pasal 45 ayat 1 junto
Pasal 27 ayat 3, UU RI 11/2008 tentang ITE, Pasal 310 ayat 2 KUHP, atau tentang
penghinaan dengan sengaja menyerang kehormatan agar diketahui umum, dan
terakhir Pasal 311 ayat 1 KUHP tentang pencemaran tertulis dan fitnah.
11. Kasus Prita Mulyasari
Prita Mulyasari ditahan Kejaksaan Negeri Tangerang
karena tulisannya mengenai RS Omni Internasional. Prita mengeluhkan pelayanan
RS Omni Internasional serta dokter yang memeriksanya melalui e-mail.
Omni menggugat perdata dan pidana Prita. Pengadilan
Negeri Tangerang memenangkan gugatan perdata RS Omni Internasional terhadap
Prita Mulyasari dan diputus untuk membayarkan ganti rugi materil sebesar Rp 161
juta dan ganti rugi immateril sebesar Rp 100 juta.
Vonis terhadap Prita itu memicu solidaritas di dunia
maya sehingga muncul gerakan "Koin Prita". Prita ditahan oleh
Kejaksaan Negeri Tangerang pada 13 Mei 2009 dan kemudian menjadi tahanan kota.
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan
Kembali Prita Mulyasari sehingga Prita bebas dari segala tuduhan dan bebas dari
hukuman percobaan 6 bulan penjara.
Sumber: Tempo.co
0 komentar:
Posting Komentar